The birth story of Agnia Ilmikaluna

The birth story of Agnia Ilmikaluna 
-----
11April 2017.
Karena sudah merasakan kontraksi berulang sejak jauh-jauh hari, saya berusaha untuk gak heboh menanggapi setiap kontraksi datang. Baru kali ini hamil rasanya kayak digodain terus, malam kontraksi, paginya reda. mood turun naik karena sudah sebulan rasanya bagian bawah udah kayak mau copot tapi anaknya belum keluar juga.

Di hari kelahiran Agnia jam 1.30 dini hari saya terbangun disapa mulas sebentar, biasanya saya akan lanjut tidur tapi hari itu seperti ada yang menuntun untuk bangun dan berdoa. Saya duduk di gymball, setiap mulas datang rasanya indah sekali, mulut saya berucap syukur sambil tersenyum, saat itu intimate sekali, hanya saya sendiri sedang menikmati, dalam hati mengusap perut sambil ngobrol dengan Agni. Saat itu saya teringat kata-kata Mba Dhiyah instruktur yoga GBS "jangan lupa bilang terimakasih setiap kontraksi datang karena pada saat itu bayi kita sedang berjuang untuk segera bertemu ibunya".

Hari itu semuanya berjalan bertahap, gak ada yang namanya panik terburu-buru, semuanya sangat diatur. 

Feeling saya makin kuat, di dalam hati sudah niat mau membangunkan suami nanti aja kalau sudah mau berangkat, saya mandi dulu, sholat subuh, mungkin ini jadi sholat yang terakhir sebelum melahirkan, setelah beres semua saya pakein baju Ayesha yang masih pulas.. "Kakak.. Kita mau ketemu adek!"

Sampai disana Komang dan Ayu langsung bukakan pintu, mereka membantu menghitung kontraksi. 3 kali per 10 menit, Komang tanya apakah saya mau diVT?  Hayuk.. Saya penasaran. Ketika dicek komang bilang "wah ini ketubannya jendul jendul.. Udah 3 menuju 4 ini mba.. Mulut rahim udah tipis". Subhanallah seneng bangeet.. Soalnya hamil pertama dulu bukaan tiga udah ngamuk-ngamuk 
Hari itu saya pasrah kalau kakaknya ternyata mau nongkrongin adiknya lahiran di kamar, dari awal dia memang sudah bilang "bu nanti kalo ibu melahirkan anya yang tangkep adek ya! "

Satu jam berlalu cepat sekali, komang beres-beres, ayu pergi mencari oksigen, suami dan si kakak pergi beli sarapan, kontraksi makin intens. Saya di kamar emerald sudah meremas-remas ujung tempat tidur kala gelombang datang, tapi rasanya tetap nyaman, di kamar saya dengan suara lembut audio bidan yesi aprilia, bau lavender dari diffuser harum sekali.

0730-08.00
Saya berjalan ke luar kamar.. "Komang kalo udah gak sibuk temenin aku ya" //"iya mba komang siapin minyak buat pijit induksi dulunya". Saya ngantuk sekali karena belum tidur dari semalam. Saya kembali ke kamar rebahan di tempat tidur masih dengan audio Hypnobirthing, komang mulai memijat,  Setiap ditekan titik-titik induksi gelombang perlahan datang.  Mulasnya mulai gak santai ibu-ibu!
Tapi ini kan masih fase awal ya, capek amat kalau mau teriak-teriak sekarang, jadi saya nafas aja walaupun lama-lama makin pendek. Pada saat itu dari audio terdengar bidan yesi bilang "ketika kontraksi datang bayangkan kepala bayi sedang memijat jalan lahir" dan itu tervisualisasikan di pikiran saya gimana Agni sedang membuka jalan turun , membantu sekali mengurangi rasa nggak nyaman di bawah sana.
Tak lama Any datang kemudian duduk di sebelah saya membantu memandu nafas, ketika rasanya sudah gak kuat Any mengajak saya bernafas sama-sama, saya mencengkram tangan any keras sekali. Kalau sudah meringis saya dibisikkan  "Ayo Mba Nanda senyuum.. Senyum.."
Di momen itu saya merasa sangat disayangi. Semua bidan menjadi teman saya untuk berjuang, yang satu memijat , ada yang usap-usap, ada yang memandu nafas. Ketika saya mulai kesakitan lagi Mba Neny datang menyemangati, semuanya mencukupi kebutuhan emosional saya untuk bisa menghadapi persalinan.

08.30
Mulesnya makin menjadi-jadi! Pijat selesai, saya diajak rebozo, lalu kami ganti posisi, saya turun ke karpet ambil posisi cat and cow. Komang dan ayu bergantian rebozo-in saya.. disaat sudah sampai keringat dingin nahan gelombang cinta, rebozo itu menyamankan bagian bawah sambil mengusahakan buka jalan untuk si bayi.

09.30
Pandangan udah gelap karena yang saya ingat sakitnya udah luar biasa. Tapi saya senang sekali sayup-sayup terdengar Mba Neny bilang "kayaknya udah bukaan besar",  waktu itu posisi seperti sedang ruku' sambil peluk peanut ball, Suami dan Ayesha datang ke kamar.. "ibuuu pinjem bolanyaa"  ampun kakak.. Mules di ujung tanduk gini ngajak rebutan bola. Saya mengalah kasih peanut ballnya lalu pindah pegangan ke ujung tempat tidur.. Saya mulai mengerang terucap aduh,  Mba Neny langsung mengingatkan "jangan aduh, Nanda.. Bilang Alhamdulillah sebentar lagi ketemu bayinya"
Gak lama kemudian rasanya ada dorongan kuat sekali di bawah "Mba Nenyyy... aku ngerasain kepalaa"  setelah dicek ternyata memang sudah bukaan lengkap.. Ketika akhirnya crowning Ayesha jongkok memperhatikan kepala adiknya keluar "bapak itu adek!"

Saya dipandu untuk langsung masuk kolam, di dalam air kaki saya refleks membuka, bokong diangkat, kepala bayi keluar kemudian kontraksi berhenti sebentar lalu mulai lagi.. rasa sakitnya bisa dibilang unbearable tapi saya dalam keadaan yang betul-betul sadar, akhirnya dengan posisi merangkak memeluk pinggiran kolam, agni lahir dg lembut mengikuti irama rahim.  Tanpa paksaan. Sesuai caraNya. Suami memeluk dan mengecup kening sementara Ayesha masih takjub menyaksikan sendiri bagaimana adiknya lahir. Saya berbisik mengucapkan terimakasih pada suami "We are a great team,  Bapak! "

Saya duduk selonjoran di kolam memeluk Agni skin to skin, pertemuan pertama dengan buah hati yang sekian lama ini dikandung, salah satu momen paling indah dalam hidup yang membayar semua rasa sakit dengan kebahagiaan tak ternilai. Yang lebih indah lagi karena diberi kesempatan sepuasnya untuk bonding, di ruangan itu dimana hanya ada keluarga kecil kami dan bidan-bidan yang jadi pahlawan. Surga banget.

Saya masih belum sadar waktu dikatakan bayinya besar, setelah ditimbang ternyata memang besar, 4 kilogram. Dan saya juga masih belum sadar bahwa sudah melahirkan bayi sebesar itu secara sadar dan normal. Speechless. Ada robekan sedikit, tapi gak masalah buat saya karena saya melahirkan Agni dengan pasrah, taksiran terakhir 3.1kg, seandainya sejak awal saya tau bayinya besar belum tentu akan berani menghadapi persalinan ini. Allah Maha Mengatur.


Banyak pertanyaan yang terjawab ketika pada akhirnya Agni lahir, kontraksi palsu yang dirasakan selama sebulan terakhir adalah cara ia membantu saya mempersiapkan diri, nyeri pelvic adalah caranya menyempurnakan posisi, semua bertahap dan berproses, mengajarkan ibunya sabar dan belajar menghargai proses itu sendiri.

Gentle birth yang saya dalami tiga bulan terakhir menjadi pembuktian bahwa ikhtiar harus berjalan beriringan dengan doa. Saya teringat setiap hari beli air kelapa yang saya minum untuk bantu jaga ketuban, saya teringat hampir setiap sore jalan kaki untuk membantu membuka panggul, saya teringat kelas yoga yang membantu saya mengurangi nyeri, kram dan backpain. Saya teringat pijat perineum yang membantu meminimalisir robekan dalam melahirkan bayi besar. Saya bahagia akhirnya semua bekal terpakai di hari persalinan.
Di persiapan mental saya teringat kelas Hypnobirthing yang sangat kaya manfaat, saya teringat bagaimana mba neny mengajarkan untuk menghilangkan pikiran buruk jauh-jauh, saya teringat tentang bagaimana belajar memaafkan, saya teringat belajar afirmasi positif yang membantu saya bisa bekerjasama dengan Agni semenjak ia masih di dalam rahim. Saya bahagia akhirnya melihat perwujudan gentle baby, si bayi ramah jiwa.
Bersyukur tak terhingga bisa kenal, dibimbing, didukung dan dibantu bersalin oleh Bidan Neny dan semua bidan di Griya Bunda Sehat. Dengan pengalaman berharga ini saya berharap semoga makin banyak yang tercerahkan, bahwa  gentle birth bukan pilihan melainkan hak semua ibu hamil.

Komentar

Unknown mengatakan…
Assalamualaikum.... Mb aku mau info dmna ikut gentle birthnya....
Terima kasih sebelumnya

Postingan Populer