Four Fold of Human Being - Empat Bagian pada Manusia

 

.. We shall endeavor to prove this in relation to one particular question: the question of education. We shall not set up demands nor programs, but simply describe child-nature. From the nature of the growing and evolving human being, the proper viewpoint for Education will, as it were, result spontaneously. “(Rudolf Steiner)

Bulan Agustus kemarin adalah kali ketiga kami belajar bersama dalam study group buku The Education of The Child, kumpulan essay dari Rudolf Steiner di awal tahun 1900an yang berisi cerita tentang cikal bakal gagasan dari pendidikan Waldorf. Bila pada bacaan di awal terbuka pandangan akan pentingnya pikiran yang lentur dan menyeluruh dalam memandang suatu fenomena, kini pembahasannya membedah empat bagian dari unsur ‘tubuh’ manusia yang berlapis-lapis, yang kelak dikenal dengan teori 4 fold of human being, unsur-unsur tersebut diantaranya yakni: physical body, etheric/life body, astral body, dan I body. Menarik untuk mengenal konsep ini ketika dikaitkan dengan bagaimana pendidikan dihantarkan. Pendidikan yang mengikuti bagaimana alaminya anak berkembang.



 Spiritual science, therefore, designates that humankind has a physical body in common with all of the mineral kingdom. And it designates as the physical body only what, inhuman beings, are those substances that mix, combine, form, and dissolve through the same laws that also work in the substances within the mineral world.”

Bagian pertama dari tubuh adalah physical body atau yang kita kenal dengan fisik/jasad. Unsur fisik di alam ini dapat juga kita temui pada mineral, dimana kita dapat melihat wujudnya, menyentuhnya. Cara kerja yang khas dari materi fisik adalah sifatnya yang dapat terurai dan menyatu dengan tanah.

Bila dikaitkan dengan konteks pendidikan, unsur fisik ini berkembang pesat di tujuh tahun pertama kehidupan anak yang dikenal dengan istilah masa keemasan. Kita dapat menyaksikannya pada perkembangan tubuh yang begitu pesat tak hanya pada ukurannya namun juga pada kemampuan geraknya sejak lahir ke dunia dan kemudian mampu menguasai diri hingga dapat berdiri tegak, berlalu kencang dan mampu melakukan kecakapan fisik dan mengurus dirinya sendiri.

Andrey Vyshedskiy, seorang ilmuwan dan ahli neuroscience mengatakan bahwa kemampuan otak untuk mampu berpikir di luar kepala (mental imaging) bergantung pada fungsi lapisan sel syaraf di otak, proses saling terhubung dan terstimulasinya sel-sel ini dibangun pada masa kanak-kanak melalui aktivitas gerak serta interaksi.

Konsep ini memperjelas mengapa anak-anak usia dini membutuhkan waktu bermain, relasi yang sehat juga kegiatan yang bermakna agar fungsi otak dapat berkembang sempurna sebelum kelak mereka akan menggunakannya untuk jenjang akademik mulai dari sekolah dasar hinggga seterusnya. Fungsi otak itu sendiri ada dua bagian yang saling melengkapi, bagian yang berpikir analisis dan bagian yang memiliki fungsi kreatif, pendidikan yang kaya imajinasi akan membantu kedua bagian otak dapat bekerja secara seimbang.

Dalam pendidikan Waldorf di usia dini, anak-anak juga dibiasakan untuk tidak selalu diberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyyan yang menyala dalam pikiran mereka, mungkin salah satunya juga membiasakan anak-anak untuk melatih otaknya berpikir dalam cara pandang yang lentur dan terbuka.

Lalu apa yang menjadikan tubuh fisik sebagai materi dapat ‘hidup’, apa yang menjadikan manusia dapat berfungsi sebagai makhluk yang dapat bergerak dan beraktivitas?

The substances and forces at work in a mineral cannot, by themselves, form the mineral into a living creature. There must also be a peculiar “force” inherent in the living creature.”

Bila kita perhatikan, mestinya ada sebuah energi yang menjadikan fisik dapat bekerja sebagai sesosok makhluk hidup. Maka kita mask ke bagian yang kedua yaitu etheric body, atau yang juga dikenal sebagai life force. Yang didefinisikan sebagai daya kehidupan.

Human beings have this etheric or life-body in common with plants and animals. The life-body works in a formative way on the substances and forces of the physical body and thus brings about the phenomena of growth, reproduction, and inner movement of vital body fluids. It is therefore the builder and shaper of the physical body, its inhabitant and architect.”

Unsur daya kehidupan ini juga dimiliki pada hewan dan tumbuhan sebagai makhluk hidup, etheric digambarkan sebagai “daya” yang mungkin dapat diartikan berupa energi, menarik bila dapat  bermain-main dengan konsep ini dimana etheric berperan besan dalam pertumbuhan, reproduksi juga sirkulasi dan pergerakan di dalam organ tubuh, dan karena ia selalu berubah-ubah serta beregenerasi, maka bentuk dari makhluk hidup tak pernah berhenti di satu titik selama masih hip, ia akan terus berevolusi menjadi bentuk yang selalu disempurnakan sesuai dengan bertambahnya usia.

Dari biji, menjadi tunas, bertambah tinggi, berbunga, berbuah, tumbuh besar dengan kayu yang kuat, daun-daun selalu berguguran berganti dengan pucuk-pucuk yang baru. Hewan yang lahir pun selalu berubah bentuk. Manusia lahir dalam bentuk bayi, memanjang ke bawah, terus meninggi dan menguat tubuh menjadi lebih terampil, bentuknya berubah-ubah hingga dewasa, bereproduksi, terus berubah hingga menua kelak. Etheric adalah daya yang ada pada kehidupan yang terus bergulir.

Dalam gaya hidup, pola asuh dan pendidikan, bagian etheric dalam tubuh dipelihara melalui ritme. Alur dalam keseharian antara waktu aktif dan waktu tenang, selang seling yang imbang dan sehat akan merawat tubuh etheric, tercermin dalam tubuh yang sehat, juga pada pribadi yang dapat mengarahkan dan meregulasi diri.

Etheric juga tercermin pada sistem pernapasan. Rasio Antara nafas dan detak jantung pada anak yang baru lahir masih belum optimal, penyemppurnaannya terjadi pada masa pertumbuhan, pendidikan yang sadar akan ritme dan keseimbangan dapatmembantu anak mencapai rasio nafas dan detak jantung di perbandingan yang ideal, manfaatnya akan dirasakan anak secara jasmani dan rohani.

The third member of the human body is called the sentient or astral body. It is the vehicle of pain and pleasure, of impulse, craving, passion, and so on—all of which are absent in a creature that consists of only the physical and etheric bodies. These things may all be included in the term sentient feeling, or sensation, the plant has no sensation”

Bagian yang ketiga disebut sentient atau astral body. Bagian astral memampukan kita untuk punya rasa dan persepsi. Sentient mempunya arti kesadaran, maka makhluk hidup yang memiliki bagian astral dalam tubuhnya memiliki kesadaran untuk mengarahkan diri sesuai dengan dorongan dari dalam tubuhnya, maka itu mengapa astral dikatakan sebagai tempatnya rasa, tempatnya keinginan, rasa lapar, rasa nyaman atau tidak nyaman, dorongan tersebut menjadi stimulasi untuk makhluk hidup melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan tubuhannya. Sentient digambarkan sebagai sensasi, tumbuhan yang tidak memiliki unsur astral tidak memiliki sensasi.

Dalam konteks pendidikan, bagian ini mengingatkan akan pentingnya relasi yang sehat antara guru dan murid, anak dan orang tua, atau anak-anak dan orang dewasa. Relasi yang sehat akan jadi cerminan yang baik untuk anak-anak melatih kepekaan secara social.

Anak-anak yang dalam keseharian dan pendidikannya dikelilingi dengan keindahan (alami) nantinya akan dapat melihat bahwa yang baik itu indah, prinsip ini menjadi dasar pemikiran untuk nantinya anak sebagai manusia dapat menemukan kebenaran sejati.

Human beings also possess a fourth member of their being, and this fourth member is shared with no other earthly creature. It is the vehicle of the human I, or ego. The little word I—as used, for example, in the English language—is a name essentially different from any other. To anyone who ponders rightly on the nature of this name, an approach to the perception of true human nature is opened up immediately. All other names can be applied equally by everyone to what they designate.

Bagian keempat dari tubuh manusia, dan hanya manusia yang memilikinya adalah I (saya) atau ego. Bagian paling peka dalam tubuh manusia, sejatinya kita, yang memampukan kita untuk sadar akan diri ini sebagai individu diantara makhluk-makhluk lainnya. I dapat digamparkan sebagai hirarki yang lebih tinggi diatas astral dimana manusia tak hanya bergerak, bertindak sesuai naluri dan kebutuhan dasarnya, namun juga memiliki kompas moral dalam memilih tindakan, dan seperti yang kita yakini bahwa manusia juga punya perannya masing-masing di dunia ini.

Dalam konteks pendidikan, bila tiap manusia punya individualitas maka tiap manusia punya maknanya tersendiri dalam kehidupan, keberadaannya dengan segala keunikan yang dibawanya adalah bentuk partisipasinya dalam kehidupan, maka penting bagi pendidikan untuk dapat memberikan tiap anak tumbuh menjadi manusia yang utuh dan mengenal diri sepenuhnya agar ia dapat memberikan makna di dunia.

“Those religions founded on spiritual knowledge have always had a feeling for this truth; hence they have said, “With the I, the God, who in lower creatures reveals himself only externally in the phenomena of the surrounding world, begins to speak internally. The vehicle of this faculty of saying “I,” of the I-faculty, is the body of the I, the fourth member of the human being.

...

"This body of the I is the vehicle of the higher soul of humankind.

With it human beings are the crown of all earthly creation.”

Setiap keyakinan yang lahir dari pengetahuan spiritual meyakini kebenaran akan manusia (juga alam dan isinya) berasal dari Dzat yang Satu, maka manusia tercipta dari pancaran cahayanya. Bila ada unsur Tuhan dalam diri manusia, semakin jelas bila dikatakan dalam islam bahwa Ia lebih dekat dari urat nadi, karena memang dalam diri manusia terdapat pancaran cahaya Ilahi.

Dan bila  ada unsur Tuhan dalam diri manusia makan apa yang kita ucapkan, apa yang kita kerjakan, apa yang kita perbuat ada pancaran Tuhan di dalamnya, maka I atau bagian individualitas dalam diri merupakan kendaraan yang mengarahkan diri manusia untuk menjalankan tugasnya di bumi ini, sebagai makhluk yang memelihara dan mengamalkan kebaikan. Sepertinya itu mengapa manusia disebut sebagai pemimpin di alam semesta.




Komentar

PuspaOikari mengatakan…
Wow..sungguh mengena dan terasa pembelajarannya.
Teruslah menginspirasi!
Terima kasih banyak Ibu Nanda.

Postingan Populer