Studigrup Waldorf Jakarta - The Education of the Child

14 Maret 2020.

Sabtu lalu kami di Waldorf Jakarta bertemu dalam kelompok Belajar rutin, hari itu sudah mulai berhembus himbauan untuk mengurangi aktivitas, kami maju mundur apakah akan melanjutkan. Tapi setelah meluruskan niat, kami memutuskan untuk kegiatan tetap berjalan. Dengan pesan untuk kebersihan diri, menjaga jarak, dan hanya untuk peserta yang dalam kondisi sehat.

Studi grup yang kami lakukan berpegangan pada buku "The Education of the Child" oleh Rudolf Steiner. Kami membaca bersama bergantian per paragraf dari bab pertama. 


HUMANKIND has inherited much from past generations that contemporary life calls into question; thus, the numerous “current crises” and “demands of our time.” How many such matters occupy the world’s attention—social questions, women’s issues, various educational concerns, health debates, questions of human rights, and so on? Human beings endeavor to come to terms with these problems in the most varied ways.

There are countless numbers of people who appear with some remedy or program to solve—or at least partially solve—one oranother of them. In the process, all sorts and shades of opinions are asserted: extremism, which casts a revolutionary air; the moderates, full of respect for what exists, but trying to evolve something new from it; and the conservatives, up in arms whenever any of the old institutions are tampered with. Aside from these main tendencies of thought and feeling there are all kinds of positions in between.

Seperti yang selalu berusaha kita yakini bahwa tak ada yang kebetulan di dunia ini, bahan bacaan kami hari itu hadir rasanya membawa pesan sebagai pengingat yang diperlukan untuk situasi yang sedang  dihadapi saat ini.

Dikatakan bahwa kehidupan manusia pada tiap zaman selalu berhadapan dengan berbagai krisis, seberapa banyak isu-isu yang ada menyita perhatian kita.

Manusia berupaya mencari jalan keluar, sudah tak terhitung manusia yang mencoba menyelesaikan krisis dengan solusi yang diharapkan dapat menyelesaikan "masalah", sikap ini memunculkan pola-pola dalam kehidupan sosial yang dapat kita lihat, dari yang berusaha menyelesaikan masalah dengan upaya revolusioner, yang berada di tengah-tengah, maupun yang konservatif memegang cara-cara lama dan cenderung menghindari pembaharuan. 

Many try to reform life without really recognizing life’s foundations. But those who make proposals for the future must not be satisfied with only a superficial knowledge of life. They must investigate its depths.They must investigate its depths.

Banyak yang berupaya mereformasi kehidupan namun tanpa memperhatikan pondasi kehidupan itu sendiri. Orang-orang yang menawarkan solusi untuk masa depan hendaknya tidak hanya puas pada suatu pengetahuan yang hanya di permukaan saja, mereka harus menelitinya secara mendalam. 

Bagian ini menghadirkan kontemplasi akan fenomena gunung es. Di kehidupan, apalagi pada zaman dimana informasi mengalir sedemikian derasnya, seberapa banyak kita perhatikan bagaimana krisis - krisis dari masa ke masa menyita perhatian kita, berbagi kepala datang membawa solusi, namun pertanyaannya, apakah solusi yang ditawarkan sudah memikirkan faktor keterhubungan, apakah solusi tersebut dapat melayani banyak pihak, apakah solusi tersebut adil, atau apakah terobosan ataupun jalan yang dikehendaki dialamatkan pada masalah yang sebenarnya? 

They must investigate its depths. Penting untuk kita menelaahnya dengan mendalam. 

Rasanya pertanyaan ini berlaku untuk berbagai aspek kehidupan, entah itu pendidikan, kehidupan bermasyarakat, kehidupan beragama, bahkan juga isu kesehatan yang sedang kita hadapi saat ini. 

Life in its wholeness is like a plant. The plant contains more than what it offers to external life; it also holds a future condition within its hidden depths. One who views a newly leafing plant knows very well that eventually there will also be flower and fruit on the leaf-bearing stem. The plant already contains in its hidden depths the flowers and fruit in embryo. Nevertheless, how can simple investigation of what the plant offers to immediate vision reveal what those new organs will look like? This can be told only by one who has come to recognize the very nature and being of the plant. 


Dikatakan bahwa kehidupan seutuhnya layaknya tanaman. Dibaliknya ada banyak potensi tersimpan dari apa yang sekilas terlihat dalam pandangan, ia menyimpan potensi tersembunyi yang memiliki masa depan. Ketika melihat benih, apakah kita tau ia akan jadi tumbuhan seperti apa.. Selebar apa daunnya, kemana arah tumbuh dahannya, semanis apa buahnya, dan tentu, tanaman satu tak akan sama dengan yang lain.

Untuk mengetahuinya penting bagi kita untuk mengetahui hakikat tanaman tersebut.

Sebagai seorang ibu kemarin sore yang sedang bertumbuh, paragraf ini banyak membawa ketenangan untuk memperhatikan anak-anakku yang sedang bertumbuh, mereka adalah benih-benih yang membawa potensi akan masa depan, alih - alih membandingkannya dengan anak-anak lainnya, aku merasa diajak untuk mengamati lebih dalam bagaimana menutrisi benihku sendiri dan dengan sungguh-sungguh bertanya padanya "apa yang kamu butuhkan".

Paragraf ini menjadi salah satu bahan renungan yang paling memantik bagk, untuk peserta lain, ada juga yang memaknai benih sebagai cikal bakal anak jauh sebelum proses pembuahan, bagaimana kehendak kita sebelum seorang anak hadir di dunia akan sangat mempengaruhi bagaimana seorang akan nantinya, aku yang mendengarnya semakin meyakini bahwa proses hadirnya anak sudah tercipta sejak di alam spiritual sana. 

Likewise, the whole of human life also contains within it the seeds of its own future; but if we are to tell anything about this future, we must first penetrate the hidden nature of the human being.

Our age is little inclined to do this, but instead concerns itself with what appears on the surface, and believes it is walking on unsure ground when asked to penetrate what escapes outer observation.

Metafora benih juga menghadirkan inspirasi tentang bagaimana memandang sebuah masalah yang juga sebenarnya menyimpan potensi akan masa depan yang sering kita namakan hikmah.

Krisis ataupun masalah yang kita hadapi seringkali begitu pelik dan menantang, namun juga membawa potensi untuk menghadirkan kualitas diri kita sebagai manusia tentang bagaimana kita merespon segala sesuatu yang tidak sesuai rencana.

Benih-benih masa depan dalam kehidupan kita kumaknai sebagai pengingat untuk berprasangka baik pada rencanaNya sehingga kekhawatiran-kekhawatiran pada hal-hal yang hanya terlihat di permukaan dapat disingkirkan pelan-pelan.

Spiritual science, by its inherent character and tendency, has the task of providing a practical concept of the world—one that comprehends the nature and essence of human life.
Whether what often passes as such is justified is not the point; what concerns us here is the true essence of spiritual science, and what it can be by virtue of its true essence.

For spiritual science is not intended as a theory that is remote from life, one that merely caters to human curiosity or thirst for knowledge. Nor is it intended as an instrument for a few people who for selfish reasons would like to attain a higher level of development for themselves. No, it can join and work at the most important tasks of modern people and further their development for the welfare of humankind.

Rudolf Steiner mengatakan bahwa spiritual science  dengan segala kapasitas yang dibawanya memampukan kita memahami hakikat dan esensi kehidupan ini. Spiritual science bukan sekedar teori pemuas dahaga orang - orang yang haus akan pengetahuan.

Spiritual science juga bukan semata-mata alat yang mencerdaskan satu orang tertentu namun merupakan jalan untuk mencari jalan untuk kebaikan bersama.

Spiritual science adalah dimana ilmu pengetahuan dan spiritualitas dihantarkan pada titik temu sehingga lebih dekat pada keutuhan. Ilmu dan iman harus berjalan beriringan.

Akan sayang sekali bila kita berhenti di kecerdasan, jalannya harus meningkat pada kebijaksanaan.

Seberapa besar krisis - krisis juga fenomena yang dihadapi di dunia ini yang memunculkan kubu-kubu bersebrangan. pada pendidikan, pendidikan aspek religius tidak jarang berjauhan dengan akademik. Pada bidang kesehatan, pendekatan medik kerap bersebrangan dengan pendekatan alami. Padahal kedua kutub diperlukan pada porsinya sendiri, bila kita berpihak pada kebaikan, akan lebih mudah untuk keduanya saling menguatkan.

It is true that in taking on this mission, spiritual science must be prepared to face all kinds of skepticism and opposition. Radicals, moderates, and conservatives in every sphere of life are bound to meet it with skepticism, because in its beginnings it will scarcely be in a position to please any party.

Pertanyaannya, seberapa jernih kita membuat penilaian? Seberapa dalam kita mau mengenal? Seberapa kuat manusia mau mengesampingkan ego untuk kebaikan bersama? Dan yang paling penting adalah kepada siapa kita berpihak?

Utamanya dalam pendidikan, apakah pendekatan yang ingin kita jalankan berpihak pada anak?

The spiritual investigator will therefore of necessity respect what exists. No matter how great the need they may find for improvement, they will not fail to see the embryo of the future within what already exists.

At the same time they know that in everything “becoming” there must be growth and evolution. Thus they will perceive the seeds of transformation and of growth in the present. They will invent no programs, but read them from what is already there. What they read becomes in a certain sense the program itself, for it bears within it the essence of development. For thisvery reason a spiritual-scientific insight into the being ofhumankind must provide the most fruitful and the most practical means for the solution of the urgent questions of modern life.

Dengan pendekatan berbasis ilmu pengetahuan dan spiritualitas, kita bukan menciptakan program namun membaca dari apa yang disajikan kehidupan pada kita.

Bu Kenny yang seorang guru Taman Kanak-kanak menyaksikannya sendiri ketika memberikan kesempatan bermain bebas (free play) pada anak-anak didiknya di sekolah. Dalam bermain bebas anak-anak memunculkan gerak tubuh, ide-ide baru juga permainan sesuai kebutuhan anak masing-masing.

Ada yang memilih berputar - putar, melompat, bermain peran, mengaduk pasir, dalam free play anak mendengarkan kebutuhan badannya dan mengarahkan dirinya sendiri. 

Ketika keseharian anak dipenuhi hanya dengan kegiatan dengan program atau instruksi, dimanakah regulasi diri dapat tumbuh dan terpelihara?

Bagi anak-anak generasi milenial, kesempatan ini semakin langka, dengan ruang bermain yang semakin terbatas juga dunia anak yang sudah penuh dengan agenda. Tapi kita tetap harus mengusahakannya, demi generasi mendatang agar mereka tumbuh sebagai manusia yang berkesadaran.

In the following pages we shall endeavor to prove this in relation to one particular question: the question of education. We shall not set up demands nor programs, but simply describe child-nature. From the nature of the growing and evolving human being, the proper viewpoint for Education will, as it were, result spontaneously.

Paragraf diatas mengakhiri studigrup kami, beberapa paragraf diatas didiskusikan dalam waktu lebih dari satu jam, satu bahan dapat memunculkan banyak ide dan pemikiran, diperkaya dengan masing-masing pengalaman.

Metafora tumbuhan yang kami ulas di hari itu menghadirkan rasa hormatku pada masing-masing perjalanan tiap-tiap individu, perjalanan itu milik masing-masing, semuanya perlu diberikan kesempatan untuk berproses.

Cara belajar seperti ini menarik karena tidak hanya satu arah saja, dan menyadarkan bahwa kebenaran haruslah utuh, kehidupan akan dapat menuju kebaikan bila manusia kompak bersama - sama menggarapnya dengan tulus.

Kami berharap dapat berjumpa lagi di studi grup berikutnya dimana situasi membaik, terima kasih untuk kehadiran teman-teman semua yang melenturkan dan melebarkan kembali pola pikir ini.


Komentar

Postingan Populer