Human Development: a story from Early childhood teacher's training in Jogja

Untuk menjadikan waktu gabut 8 jam di kereta  menjadi lebih bermakna, ku ingin berbagi cerita tentang pengalaman belajar pendidikan anak usia dini selama dua hari di Jogja.

pendidikan' yang kami tempuh kemarin bertajuk Educating the Hands , Heart and the Head.

Sebuah seminar icip icip training guru TK Waldorf. Trainingnya sendiri secara resmi baru dimulai di bulan Maret tahun 2020.

Sebuah pencapaian luar biasa untuk bu Kenny dan teman-teman lainnya, karena selama ini kalau mau sekolah 'guru TK' Waldorf paling deket harus ke Bangkok, beliau sendiri yang dulu ke sana untuk sekolah sebelum bangun Jagad Alit, yang beberapa waktu kemudian disusul kak Krolls, Bu Mela, Bu Achie dan Sis Ira.

Waktu yang harus ditempuh adalah setidaknya tiga tahun, kuliahnya part time, peserta akan kembali setiap enam bulan, belajar selama 10-14 hari, berulang sampai enam semester.

Makanya sekolah Waldorf tumbuhnya memang ngga 'menjamur', training gurunya lama, namun itu menjadikan instutisi sekolah Waldorf tumbuhnya seperti pohon, butuh waktu namun kuat mengakar.

Tapi kok lama amaat..? Pikirku dulu

Ya karena yang akan dipelihara itu anak, woy 😂 hadiah dari Allah SWT, yang memilih tiap-tiap kita jadi orang tuanya, yang juga memilih siapa yg akan jadi gurunya. Yang akan menjalankan tugasnya jadi pengayom di bumi ini buat setidaknya enam puluh tahun ke depan, kalau umurnya panjang.

Kita bisa kursus kilat bahasa inggris, calistung, komputer, bahkan membaca Qur'an juga sekarang ada yang 8 jam bisa.. Tapi untuk menjadi manusia seutuhnya apakah bisa secepat kilat..? Jangan samakan kita dengan mie instan.

Trus sekolah lama banget gitu belajarnya apa?

Yang utama sebelum teknis mengajar adalah mengenal diri sendiri dulu, mengenal evolusi perjalanan kehidupan manusia, biography, Jalan menuju higher self, fase pertumbuhan, kesehatan, nutrisi, indera manusia, dan segala faktor yang mempengaruhi prilaku, kebiasaan dan juga sifat.

Kita juga belajar menggunakan tangan ini membuat keindahan, lewat movement, games, crafts, handwork

Kita akan mengolah rasa lewat seni. Art is a powerful tool to educate.

Di Jogja kemarin Bu Kenny, Edith dan seluruh teman-teman panitia berusaha meng compress gambaran tentang pendidikan anak usia dini dlm dua hari, ga cukup sebenernya, padet pol, tapi namanya juga cicip cicip, seujung sendok yang dikecap sudah nikmat sekali rasanya.

Ku akan menceritakan rangkuman belajar kemarin per topik, sekalian nyalin catetan, juga sebagai gambaran untuk sudut pandang teman-teman, siapa tau ada guru atau orang tua yang butuh. Utamanya di dunia dengan informasi yang mengalir deras, seringkali kita jadi sulit berpegangan pada prinsip namun tak jarang juga kita saklek pada sebuah pemikiran.

Mari mencari keseimbangan diantara ketiganya.


Kita kenalan sama Steiner dulu ya, kenal latar belakang dan motovasinya sehingga kita ngga terjebak pada tokohnya, namun pesan dan peran apa yang ia bawa pada kehidupan ini, yang baik bisa jadi tongkat estafet untuk dibawa pada kehidupan selanjutnya.

Steiner adalah seorang filsuf, ilmuwan, salah satu hadiah dari Abad 20 yang memiliki multiple intelligence, pengetahuan yang ia miliki diabdikan untuk banyak aspek keilmuan, beberapa diantaranya adalah pendidikan Waldorf, pertanian biodynamic, kedokteran Antrophosopy, ilmu gerak bernama Eurythmy, speech therapy.

Pendidikan Waldorf bukan sesuatu yang baru, sekolah pertama dibuka di Stuttgart tahun 1919, tentu ada suatu kebaikan dan nilai-nilai yang membuat pendidikan ini dapat bertahan hingga 100 tahun lamanya.

Anthroposophy adalah pendidikan yang mempelajari manusia pada tingkat kebijaksanaannya.

Karena aku seorang muslim, kenapa ngga ngambil dari sumber yang "islami"?
JUSTRU karena aku seorang muslim, aku ingin mendalami esensi dari keyakinanku, pendekatan Steiner jadi jalanku untuk mengenal agama-pendidikan di level hakikat, bukan hanya pada pelaksanaan atau syariatnya namun pada itikad yang menjadi nyawa bagi apapun yang kita kerjakan.

Yang menarik, salah satu pengaruh kuat Steiner berasal dari Goethe, yang ternyata seorang penggemar Rasulullah SAW, bahkan ada puisi Goethe yang baunya sangat 'islami' tentang keikhlasan dan keberserahan.

Rasanya kita harus membuka pikiran dan jiwa ini untuk dapat belajar dari segala makhluk yang pada intinya juga berasal dari sumber yang Satu. Islam ngga berbatas pada yang labelnya 'islam', ngga berbatas Barat-Timur, nilai-nilai kehidupan harusnya dapat kita temukan dimana-mana, karena kita semua adalah pancaran cahayaNya, bisakah kita menemukan aspek ketuhanan pada setiap hal yang kita temui dalam hidup ini?

Hari pertama belajar, gelas kosongku diisi dengan kisah tentang human development.

Perkembangan manusia pada tiap fase ada tema dan fokusnya masing-masing, harapannya dari pengetahuan ini agar kita dapat menghormati setiap masa yang dilewati.

Tahukan teman-teman, tanaman yang biasa selalu disiram akarnya hanya akan tumbuh di permukaan saja. berbeda dengan tumbuhan yang diberikan kesempatan pengairan alami, akarnya akan masuk jauh ke dalam tanah untuk mencari sumber air, ia akan tumbuh lebih mandiri akarnya akan kuat dan kokoh menopang pohon hingga dapat berdiri tegak menjulang.

Dengan menghormati fase yang dijalani anak, semoga akan terbuka cukup ruang untuk ia tumbuh secara sempurna. Utamanya karena perkembangan manusia itu ngga linier, (kalau linier mah kita bakal tumbuh sama semua, juga sama seperti orang tua kita), manusia tumbuhnya bermetamorfosis.


Perbedaan pengalaman ketika dalam kandungan dengan pengalaman ketika hidup di bumi, misalnya, punya sifat yang bertolak belakang, di kandungan janin dipengaruhi levitasi, berenang dalam cairan ketuban.

Namun ketika lahir ke dunia ini anak lahir ke dunia dipengaruhi kuat oleh gaya gravitasi, di tahun-tahun pertamanya kita dapat melihat tugas utama anak adalah mengendalikan gravitasi untuk mampu bergerak mencari keseimbangan, hingga dapat berdiri tegak.

Peran orang tua adalah untuk memelihara individualitas anak, karena banyak pengalaman yang dapat ia kerjakan sendiri tanpa interupsi orang dewasa.

Kelak semua ini aku jadi pondasi.

Edith berkata

" children need to STAND in order to UNDERSTAND
they need to GRASP before they can 'grasp' IDEA"

Anak perlu merasakan anggota tubuhnya dulu, baru tau letaknya

Setelah tau letak anggota tubuhnya anak akan merasakan apa gunanya, maka baru lah Ia dapat bergerak

Dengan bergerak ia dapat mengatur keseimbangan, darinya anak punya daya untuk mengangkat badannya dalam serangkaian proses hingga dapat berdiri tegak

Dari semua gerak yang dibangun itu anak dapat berpikir dan tumbuh kemampuannya berbicara.

Maka bayangkan.. Anak belajar dari apa yang diKERJAkannya, apa yang diLAKUKANNYA, bukan dari instruksi yang orang dewasa berikan.

apa tugas guru dan orang tua?
"by looking at children with awe and wonder, you are doing a good job" ujar Edith.

Dengan mengagumi anak sebagai ciptaan-Nya yang punya kapasitas dan daya juang, dengan memberikan ruang yang aman dan cukup bergerak, bukan dengan baby walker apalagi baby class, juga dengan tidak memberikan anak terlalu banyak-terlalu dini hal-hal yang belum perlu.

Edith juga sempat membahas tentang proses konsepsi di 17 hari pertama dalam kandungan, masa ditiupkan ruh, masa ketika organ terbentuk, juga waktu persalinan dimana ritme anak belum terbentuk.

Sounds like birth prep class all over again 🤓

Ketika lahir, anak keluar dari rahim yang gelap, bisakah kita bayangkan ketika lahir sudah kena sorot lampu ruang bersalin yang kita aja silau banget rasanya..

Enam minggu setelah bersalin sebaiknya bayi berada dalam lingkungan yang terlindung, dibedong dengan nyaman karena ia masih bertransisi dari kehidupan rahim yang hangat ke dunia yang luas ini, lebih sering didekap ibunya daripada di bouncer, apalagi punggungnya belum kuat menopang postur tempat duduk bayi spt itu, ketika digendong posisinya dekat dengan dada ibu, dimana ada suara detak jantung ibu.. Melodi di dunianya ketika masih dalam kandungan *kyaaaa ku nangis*

Semua yang diceritakan Edith di atas dikatakan sebagai "Essential capacity for Self Education"

Anak memiliki kemampuan untuk bisa belajar, bukan berarti ngga didampingi namun meyakini bahwa anak mampu belajar secara alami. Anak berjalan, mencoba lari, memanjat, semua atas kehendaknya yang berdasar pada keyakinan bahwa dunia itu baik adanya

Anak-anak ahir dengan keyakinan penuh bahwa dunia itu baik dan dapat dipercaya, selama orang terdekatnya bisa jadi pegangannya.

Apa kualitas yang haru dimiliki figur "pegangan" anak ini?

Edith berkata "They need to be trustworthy and worthy of imitation "

Bila kita melihat bagaimana anak membangun proses berpikir melalui bergerak dan menguasai tubuhnya, maka bermain adalah jalan untuk anak belajar. Di masa kanak-kanaknya mereka belum butuh huruf dan angka.

Yang dibutuhkan adalah imajinasi dan fantasi. Dunia ini butuh pemikir kreatif, anak-anak perlu BERMAIN di tujuh tahun pertama kehidupannya.

Anak-anak tidak butuh film, ketika kita memberikan gambar (apalagi yang bergerak dalam bentuk video), maka itu bukan gambar yang ada di kepala anak, itu gambar buatan orang dewasa. Di titik itu saya ngerasa orang dewasa berarti sudah merampok imajinasi anak yang masih murni.

Lalu apa yang anak 'pelajari' di tiga tahun pertamanya?

Uprightness.

Salah satu tugas pertama kita sebagai manusia adalah untuk berdiri tegak, berdiri lah yang menjadikan kita manusia, makhluk yang diberi kelebihan dibandingkan ciptaan-Nya yang lain, berdiri, yang memampukan manusia menjalankan tugasnya di dunia ini. Setelah dapat berdiri tegak lah anak kemudian dapat berjalan, berbicara dan berpikir

Refleks.

Bayangkan betapa menakjubkannya bayi yang secara naluriah mencari puting ibunya, mengangkat kepala ketika ditelungkupkan, menggenggam jari yang diletakkan di telapaknya, semua refleks yang dibangun di usia dini lah yang memampukan kita dapat dapat menengok ke kiri kanan ketika menyetir,yang melenturkan otot otot dan banyak sekali memampukan kita melakukan pekerjaan sehari-hari.

Edith mengatakan bahwa bicara belum dapat dilakukan anak bila ia belum dapat berjalan. Bicara butuh gerakan motorik, sebelum berjalan posisi larynx anak belum pada tempat yang tepat.

Nah untuk anak dapat bicara tentunya ia meniru sekelilingnya, untuk anak dapat bicara perlu belajarnya dari manusia juga

Ya bisa aja sih dr mesin.. Tapi kata Edith "it's risking children like monkey"

Bahasa ternyata sesuatu yang tricky, dan ga main-main. Akar dari literasi ini sudah dimulai sejak detik pertama anak di dunia, tangisan pertama bayi itu sudah dapat dikatakan sebagai speech. Di usia sepuluh bulan ketika anak sudah mulai babbling, dialeknya merupakan sebuah logat universal, elemen bahasa di ocehan anak sepuluh bulan ada dalam banyak bahasa di dunia.


Bahasa apa yang dikenalkan pada anak pertamakalinya? Bahasa ibunya, juga bahasa tempat ia tinggal.

Bahasa ibu pondasi untuk kemampuan bahasa lainnya. Kita kerap blunder pengen nya anak segera bisa indesway indeswoy berbahasa asing

Edith bilang there's a good time for everything.

Di bagian ini eke banyakan manggut2 daripada nyatet, jd lupa haha.. Jadi kutulis sesuai pemahamanku aja ya..

Kalaupun maunya anak belajar bahasa "kedua", maka bukan mengenalkannya lewat video atau Einstein baby, tapi bicaralah , bernyanyilah , berceritalah ..

Kenalkan lewat budaya, kenapa.. Agar ada rasa  keterhubungan di tempat ia berpijak.. Lewat apa.. Lewat cerita rakyat, lewat bahasa yang Kaya.

Tentu kita ingin anak punya kapasitas berbahasa yang indah dan utuh kan, bukan bahasa Jaksel 🤪




Mengakhiri topik human development di usia tiga tahun pertama, kami diajak kembali lagi ke mottonya pendidikan Waldorf

Untuk menerima anak dengan rasa takzim
Mendidik anak dengan cinta
Memberi jalan untuk anak tumbuh bebas

Ketiga nilai-nilai tersebut adalah attitude yang perlu dimiliki oleh orang tua.

Tugas guru/pendidik sepantasnya adalah untuk mendukung bukan menakuti orang tua.
Untuk memberikan anak kebebasan alami tumbuh, bukan memberikan target.

Untuk punya attitude yg kita inginkan untuk dimiliki anak. Attitude means sedikit bacot banyak bekerja. 😁

Sekian dulu cerita dari pembukaan taster Teacher Training, setelah ini aku mau lanjutkan cerita tentang evolusi bermain, seru deh.. Nanti dilanjutkan lagi yaa..




Komentar

R mengatakan…
aku pun setuju sama paragraf soal agama, belajar Islam itu ga melulu dari dalam Islamnya sendiri, justru kadang kita akan semakin kuat memegang Islam ketika melihat banyak keislaman dari ilmu yang lain.
Bagian Eidth cerita soal tahapan tumbuh kembang anak ini sama seperti materi semester terakhirku kemarin Nan. Makasi sudah mau menuliskan di blogmu.

Postingan Populer