Terorisme dan Peran Perempuan


Perut saya mulas mendengar berita, respon otak yang pening membuat asam lambung bergejolak. Saya sudah coba menjauhkan media, tak layak didengar anak-anak. Tapi akhirnya berita itu sampai juga ke telinga, saya terkesiap.
Pelakunya seorang ibu, ia membawa anak kecilnya yang tak berdosa, yang sudah tahunan ia cuci otaknya. Entah bagaimana ia katanya bisa mencium bau surga pada jiwa-jiwa tak bersalah yang mati sia-sia.
Seorang ibu? Pikiran ini tak bisa lagi mencerna.

Saya menelaah artikel dari BBC Indonesia yang ditulis oleh Lies Marcoes “Bagaimana para perempuan menjadi pelaku teror dan membawa anak?”. Dari penelitian Lies dan beberapa akademisi yang meneliti terorisme, perempuan menginginkan peran lebih dalam keluarga. Selama ini peran hamil, menyusui, melahirkan, mendidik, mengurus anak-anak, juga urusan domestik dan pemberian dukungan moral masih anggap baru sebagai jihad “kecil’, sang perempuan ingin mengambil peran besar yang ia anggap jihad “sesungguhnya”, menjadi garda terdepan bertempur langsung, bahkan bila perlu anak-anak pun harus dibawa.

Lamunan membawa saya pada materi di kelas training Waldorf Bandung, saya membolak balik catatan, bagian dimana guru saya bercerita bahwa ada yang rusak pada jiwa teroris semenjak masa kecilnya, yang tak pernah merasakan kebaikan dunia, sehingga mereka dalam pencarian tentang surga, semua yang tak sesuai di hadapannya dianggap kesalahan yang harus dihabiskan, itulah yang terjadi sejak zaman dahulu kala, pada firaun, pada nazi, pada orang-orang di masa perang dunia, dan kini pada golongan yang sialnya menganut agama yang sama dengan saya.
Mengapa muslim? Mengapa ajaran islam punya substansi kekerasan?

Bila kita melihat sejarah, tiap agama, tiap bangsa tak luput dari pengaruh iblis dan syaitan. Tiap –tiap individu berevolusi, dalam prosesnya ia membawa masa yang terkumpul dari golongan ke golongan, tiap agama, tiap kelompok sedikit banyak banyakinya pernah merasakan arus konflik dan perpecahan yang akan bermuara pada letupan kekerasan.

Jadi apakah ini semua tentang islam ? tidak juga. Ini semua tentang bibit penyakit berupa bara panas yang tumbuh dalam hati, ia bernama amarah, sebuah keinginan berlebih lebihan.
Lalu yang sekarang menjadi pusat perhatian adalah, bahwa kejadian ini dicetuskan, dipersiapkan dan dilaksanakan oleh perempuan. Begitu besarnya estafet yang ada ditangan perempuan.;
Perempuan rentan jadi korban, tapi perempuan juga bisa menjadi sumber perselisihan. Di masa sekarang ini ketika semua informasi berasal dari ketikan tangan, perempuan memegang kendali dan peran. Begitu mudahnya pertengkaran berasal dari hasutan.
Perempuan punya gejolak dalam jiwanya untuk menunjukan pembuktian, kadang melewati batas hingga perempuan lupa akan esensi kehidupan.



Ada sesuatu dalam diri perempuan, berkah yang kalau tidak dikelola bisa jadi musibah. Perempuan punya perasaan yang begitu dalam, bila ia dipupuk dengan keindahan, ia bisa menumbuhkan kebaikan, bila ia dipupuk dengan keburukan, ia akan tumbuh jadi kebencian. Keduanya ini yang akan menentukan masa depan. Perempuan akan melahirkan generasi kedepan, yang kalau dikalikan jumlahnya bisa jutaan.
Jutaan orang seperti apa yang ingin tumbuhkan di masa depan? Yang mengkotak kotakan dirinya mementingkan urusan golongan atau yang akan melindungi bumi ini dengan bergandengan tangan ?

Tidak ada yang bisa saya kirimkan selain cinta dan doa pada orang orang yang jiwanya sudah terluka. Hatiku bersama kalian.
Saudaraku sesama perempuan, mari saling bergandengan, jabat erat, mari bergandengan kuat kuat, jernikan akal agar ia sehat. Mari, pupuk hati dengan keindahan, lahirkan manusia-manusia yang mebawa cinta dari surga sana, pelihara ia dengan cinta.
Kita punya keanggunan, hargai sesama kita yang tak selalu berbalut kain hitam. hargai juga diri kita karena kita tak hanya sebatas perhiasan, manekin yang hanya punya urusan  bergonta-ganti pakaian. Dunia ada dalam genggaman kita, mari kita berlayar untuk satu tujuan.



Komentar

Postingan Populer