To react or to respond

Seperti yang sudah- sudah, situasi pulang liburan biasanya terjadi post-holiday syndrome dimana kita rasanya masih belum ngeh sama situasi dan perlu slow down dulu dalam menjalani aktivitas sehari - hari. Bayangin aja, gitu situasinya pada orang dewasa, gimana sama anak-anak? Pasti lebih cranky lagi. :D *nyalain kipas angin*

Satu minggu pertama dihabiskan dengan mengatur lagi urusan domestik yang udah sebulan ditinggal, minggu kedua mulai ngeh ada yg perlu diperbaiki di mood (yang ngaruh ke behavior) Ayesha. Minggu ketiga dihabiskan dengan figuring out how. 

Let's be honest, di dalam tiga minggu itu tentulah bawaannya mudah sensi :|

Suatu pagi somewhere on the Internet saya membaca suatu hal yang bikin suasana hati ga enak, di saat itu juga di depan mata Ayesha lagi agresif, kebayang kan situasinya.. *exhale* 

Sekitar sejam mungkin ya, saya menghibur diri walau hati mangkel hingga akhirnya entah bagaimana datang bisikan dalam hati "udahlah cari solusi aja, surround yourself with people who bring positive energy". 

Saya menyambar handphone, 
kemudian menghubungi seorang teman baik. "hari ini di rumahmu mo playdate main musik yah? Ikut dong", gak sampai semenit langsung dijawab dengan "ayok kebetulan ada satu yg cancel!" ah.. Senangnya :D

Setelah anak-anak bangun tidur siang kami berangkat bawa gitar. Di sana bukan anak-anak yang diminta untuk belajar memainkan alat musik tapi ibunya, ibunya belajar memainkan lagu-lagu nursery rhymes untuk dinikmati bersama di rumah. Ibunya belajar relaksasi lewat bermain musik, berharap tumbuh keinginan dari dalam diri anak untuk ikut serta. 

Selama ini yang saya denger sih katanya musik ada hubungannya dengan kecerdasan. Lebih dari itu, kemampuan bermain alat musik sedari dini dapat membantu anak terhindar dari hal hal yang tidak baik seperti merokok dan drugs. 

Kelak ketika anak berumur 11 tahun nanti, ia akan mencapai masa keemasannya, ketika badan sedang ringan-ringannya, serapan otak pada ilmu pengetahuan sedang optimal, emosi ada di situasi paling stabilnya.

Keadaannya menurun di usia ke 12, tungkainya mulai tumbuh memanjang sehingga badannya lebih berat mengikuti gravitasi, ia menjadi lebih lama pergerakannya, seringkali dianggap malas, bahkan ceroboh. Di kala itu anak juga mulai self centered dan tinggi egonya. Saat itulah konflik dan masalah sering jadi tak terhindarkan sehingga anak punya kesempatan untuk berbohong dan mencari cara untuk menutupi kesalahan. 

Di masa yg mulai sulit itu anak mulai merasakan beban pikiran dimana ia merasa butuh sesuatu untuk meringankan pikirannya. Di situasi ini, bermain alat musik bisa sangat membantu meringankan beban pikiran anak, membantu menghindarkan mereka dari pelarian yang negatif dan membahayakan. 


Di beberapa budaya musik seringkali dianggap kurang bermakna, padahal apapun ciptaan-Nya pasti ada manfaatnya. Dalam hal ini saya yakin Tuhan ciptakan alunan suara indah sebagai media terapi untuk menyamankan diri, bila kita sudah dalam posisi nyaman dan tenang tentu akan timbul rasa syukur, hatipun menjadi lebih ringan, dan kita bisa lebih baik dalam merespon kejadian. 

Sore itu saya sudah bisa memainkan twinkle - twinkle, bangga betul, mau pamer sayang senar putus :)) saya pulang dengan hati yang riang. Gak kebayang gimana kalau tadi siang nurutin ego, entah apa jadinya. 

Sebuah hari bisa berubah di satu situasi menjadi sebaliknya "hanya" dengan memilih jalan berbeda. Sama halnya dengan filosofi main musik. 

Kalau kata sherina, 
La la la la la la la la bermain musik gembira, kegiatan yang berguna, ceriakan hati❤️


Semoga bila hati ceria, meningkat juga rasa syukur kita yaa.. Hari ini menang banyak. Alhamdulillah 😊



Komentar

Postingan Populer