Masih soal rhythm

Ada bahasan yang bagus banget nih dari Parenting Discussion di Jagad Alit. Aku copy paste artiklenya buat kita baca bersama..

CATATAN FREE PARENTING DISCUSSION 27 AGUSTUS 2016

Parenting discussion kali ini kami isi dengan sharing pengalaman antara interaksi orang tua bersama anak di rumah dan interaksi kami sebagai guru pendamping anak di sekolah. Beberapa hal yang kami diskusikan berkaitan dengan anak usia 3 sd 6th adalah mengenai :

MEMBANGUN RITME KESEHARIAN ANAK DI RUMAH

Ritme yang tersusun atas aktivitas breathing in dimana anak berfokus pada dirinya dan breathing out dimana anak memiliki kesempatan untuk menyalurkan energinya akan membantu anak untuk dapat melawati hari dengan rasa sehat. Aktivitas breathing in dan breathing out ini disusun berselang-seling. Begitulah ritme yang dilalui anak saat beraktivitas di Jagad Alit Play and Kinder dari jam 8.00 sd 10.45. Anak-anak datang ke sekolah setelah melalui perjalanan di dalam kendaraan, maka aktivitas yang pertama adalah free play outdoor (breathing out). Setelah hampir satu jam, anak-anak kami ajak untuk mengikuti circle time (breathing in). Lalu kami masuk ruangan. Mereka diberi kesempatan untuk menikmati free play indoor (breathing out), dan kamipun memberi kesempatan bagi anak-anak yang ingin mengikuti aktivitas art and craft atau yang ingin membantu menyiapkan snack (breathing in). Di dalam ruangan ini, biasanya aktivitas breathing out dinikmati anak-anak dalam rentang waktu yang lebih lama daripada breathing in. Kemudian kami menikmati snack bersama. Dan sebelum pulang, anak-anak mendengarkan dongeng (breathing in).

Ritme ini tentunya dapat dilanjutkan di rumah. Mulai dari anak tiba di rumah sampai dengan malam hari saat mereka tidur, disusun berselang seling antara aktivitas breathing in dan breathing out. Ada bbrp hal yang bisanya menjadi penyebab anak tidak menikmati harinya yaitu :

Kurangnya kesempatan anak utk menyalurkan energinya melalui aktivitas breathing out. Terkadang kita menganggap sepele aktivitas bermain anak. Kita berpikir anak main-main saja tdk jelas, lalu kita mencarikan aktivitas yang KITA nilai lebih bermanfaat, misal menggambar, membaca buku, membuat kerajinan tangan, shg akhirnya aktivitas breathing in lebih mendominasi. Tidak seimbang dengan aktivitas breathing out-nya.Atau sebaliknya. Anak terlalu lelah karena berlarian kesana kemari. Bahkan mungkin makan pun sambil bermain atau sambil jalan-jalan diluar atau sambil lari-lari.Waktu tidur yang kurang atau saat tidur malam terlalu larut. Tidur adalah waktu istirahat yang sangat penting. Beberapa sistem tubuh kita bekerja pada saat kita tidur malam. Energi dapat terbangun kembali setelah kita tidur cukup. Apa yang didapatkan pada hari itu akan terinternalisasi pada saat tidur malam.Ritme yang kurang sehat dapat menyebabkan anak rewel, susah diatur atau over excited. Penting bagi kita untuk memperhatikan ritme yang sehat, daripada menilai bahwa anak kita adalah anak yg sulit diatur atau sering rewel.


MENETAPKAN BATASAN-BATASAN YANG SEHAT (HEALTHY BOUNDARIES)

Anak MEMBUTUHKAN boundaries agar mereka merasa aman. Tetapi anak tidak tahu batasan-batasan tersebut. Sehingga mereka terkadang/sering menguji kita utk mencari jawaban sampai dimana batasan-batasan tersebut. Mereka melakukan hal ini dan itu yang mungkin menurut kita sengaja mereka lakukan untuk membuat kita kesal atau marah. Atau mungkin kita kemudian beranggapan anak tersebut jahil atau nakal. Sekali lagi, mereka sedang mencari jawaban. Dan kitalah sumber jawaban tersebut. Tantangannya adalah bagaimana memberikan batasan yang sehat, tidak terlalu longgar dan tidak terlalu ketat sehingga anak malah tidak punya ruang untuk mengekspresikan dirinya. Tantangan lainnya adalah bagaimana kita konsisten terhadap batasan yg telah kita tetapkan. Jangan sampai saat ini kita berkata tidak, tetapi di lain waktu kita berkata iya. Atau kita berkata tidak tetapi ketika anak marah atau menangis atau tantrum, lalu kita berubah pikiran.

Salah satu faktor penentunya adalah KOMUNIKASI. Bagaimana cara kita menyampaikan batasan-batasan tersebut. Dari beberapa sumber bacaan dan dari pengalaman mendampingi anak-anak di Jagad Alit, maka hal-hal yang sebaiknya diperhatikan adalah :

Sebelum kita menetapkan boundaries, tanya dulu pada diri sendiri, “apa manfaat/tujuan dari batasan ini?” “Apakah kita menetapkan batasan ini demi kepentingan anak atau demi kepentingan kita?” Seperti yang dikatakan Steve pada saat public talk dan spt yg ada dalam bukunya, THINK FIRST, THEN TALK - WAIT (What am I thinking? Why am I talking?) Misal, anak berlarian kesana kemari. Ketika kita menginginkan anak utk tdk berlarian, pikirkan dulu apakah demi keselamatan anak atau karena kita tidak mau mendengar suara-suara berisik dan kita tidak mau ruangan jadi berantakkan?Ketika kita sudah yakin batasan itu demi kepentingan anak, maka sampaikan dengan kata-kata positif, “lari-larinya di luar ya...” Untuk beberapa situasi atau beberapa anak, mungkin saja kata-kata positif ini tidak mempan. Maka bukanlah hal yang tidak boleh untuk berkata “TIDAK.” Tetapi berdasar pengalaman kami, jangan berkata “JANGAN.” Ada perbedaan antara kata TIDAK/NOT dengan JANGAN/DON’T. “Ruang tamu tidak dipake untuk berlari-lari” menunjukkan bahwa kita adalah si pembuat peraturan/batasan dan itulah batasannya. “Jangan berlari-lari di ruang tamu” menunjukkan larangan, yang biasanya semakin dilarang, anak-anak malah melakukan hal tersebut untuk menunjukkan keberadaan dirinya. Kita ingat-ingat lagi dari bbrp materi public talk di Jagad Alit bahwa “I” atau “ego” anak mulai muncul saat mereka berusia 3 tahun. Fokus pada objek atau predikat. bukan pada subjek pelaku agar anak merasa tidak dihakimi/disalahkan/dilarang. Hal ini bisa kita lakukan dengan menggunakan predikan/objek sebagai kata pertama. “LARI-LARINYA di luar ya.” Atau “RUANG TAMU tidak untuk berlari-lari.” Kalau kita memulai dg subjek pelaku maka akan spt ini “Manda, jangan lari-lari di ruang tamu,” atau “Manda, lihat ruang tamunya jadi berantakkan kan...”Bicara hanya dengan beberapa kata dan perlahan-lahan (tidak cepat-cepat). Anak usia 7 th ke bawah BELUM memiliki kemampuan untuk memperhatikan penjelasan yang panjang lebar. Mereka juga belum memiliki kemampuan untuk memproses kata-kata secepat orang dewasa. “Lari-larinya di luar ya..” yang diucapkan pelan-pelan (jika perlu, seperti orang sedang belajar baca) akan lebih dapat diproses oleh anak daripada jika kita berkata, “larinya di luar jangan di ruang tamu, sempit kan...nanti kamu kesandung dan jatuh, atau nanti vas bunganya kesenggol. Kalo pecah gimana coba...ga bisa cari gantinya...nanti ibu sedih lo...”Ketika kita menyampaikan batasan tersebut, yakinlah bahwa anak akan mendengarkan kita. Jangan ada perasaan ragu-ragu atau khawatir bahwa anak akan melawan. Keragu-raguan kita akan dapat dirasakan oleh anak melalui intonasi, ekspresi wajah, dan gesture kita. Secara tidak sadar, keragu-raguan itu akan tercermin ketika kita bicara. Dan ketika anak merasakan itu, maka mereka yang ambil alih kendali. KONSISTENSI. Yakin dan konsisten thd apa yg sudah kita jadikan batasan. Anak punya berbagai cara untuk menguji konsistensi kita. Begitu kita tidak konsisten, maka cara itu akan dijadikan senjata dalam menghadapi situasi-situasi menantang lainnya. Semua berproses. Tidak dlm sekejap, tdk dalam sehari dua hari, tidak dalam satu, dua, atau tiga kejadian. Sabar dan konsisten serta amati setiap kejadian sehingga kita bisa menemukan pendekatan yang pas bagi anak kita. Setiap anak berbeda. Parenting adalah seni bukan hanya ilmu. Dan ingat jg bhw anak belajar dari proses IMITASI. Ingat-ingat juga bahwa mendongeng dan bounding memegang peranan yang tdk kalah pentingnya. PERANAN ORANG DEWASA SELAIN AYAH DAN IBU DI RUMAH

Ketika ada orang dewasa selain ayah dan ibu yang tinggal di rumah yang sama, maka tantangan utk membangun ritme dan boundaries yang sehat mungkin akan semakin besar. Apalagi kl ada perbedaan persepsi dan gaya pengasuhan. Ditambah lagi jika kita powerless karena berbagai sebab, misal : ga enak sama orang tua, ga enak sama mertua, takut menyakiti hati mereka, ga enak krn mereka yg seringnya ngasuh sementara kita seharian bekerja, dll. Makin banyak “tangan” yang terllibat dalam pengasuhan anak, maka tantangan akan semakin besar. Utk hal ini sepertinya blm banyak yg bisa dibahas, kecuali masalah KOMUNIKASI. Bagaimana menyampaikan kpd org yg terlibat dlm pengasuhan anak mengenai batasan-batasan sehingga tdk terjadi double standard. Perasaan tdk enak dll itu mungkin bisa dipertimbangkan dg pemikiran bhw yg kita lakukan adalah demi kepentingan anak, bukan demi kepentingan pihak-pihak lain. Tentunya setelah kita yakin benar bahwa apa yang kita tetapkan memang utk kepentingan anak.

Komentar

Postingan Populer