Parenting at Coronavirus Pandemic
"In difficult times such as these it is not easy to feel the goodness in life. In an external crisis, our urge is
often to listen and see the news and to share our feelings with other adults"
Buibu pabapa.. Kurang lebih sudah tiga minggu kita melakukan self quarantined #dirumahaja dalam situasi pandemi saat ini.
Bagaimana kabarnya..? Masih pada waras? Semoga masih bersemangat ya semuaa....
Aku mau berbagi perspektif yang rasanya worth sharing tentang membersamai anak di kala situasi pandemi. Mulai minggu ini kegiatan taman kanak-kanak kami dilakukan di rumah masing-masing menunggu situasi membaik.
Sebelumnya guru Anya sudah meminta pendapat dan membuka ruang dialog bagi seluruh orang tua mengutarakan isi pikiran. Tujuannya agar mendapatkan wawasan, dan dengan ragam latar belakang serta situasi yang dihadapi masing-masing yg penting kita tetap dalam visi yang selaras yaitu menjaga agar anak-anak tetap dalam keadaan aman lahir batin .
Guru mengaturkan ritme baru untuk kegiatan selama di rumah, juga ritme mingguan untuk menutrisi (kewarasan π) orang tua. Semua yang diberikan dengan catatan penting bahwa anak-anak perlu diberi kesempatan untuk tetap dekat dengan alam, juga diberikan kesempatan untuk bermain bebas (unstructured / free play).
Pihak sekolah juga mengusahakan agar tetap bisa terhubung dengan anak-anak kami (terharuu), dengan menjadwalkan beberapa kegiatan bermakna juga surat cinta yang dikirimkan untuk anak-anak. Jadi, walaupun fisik jauh namun batin mereka tetap dekat dengan guru-gurunya.
Ritme disesuaikan dengan kondisi di rumah masing-masing. Tapi yang penting bahwa ritme itu bukan jadwal fixed yang saklek harus dilakukan di jam tsb. Ritme mengalir layaknya kita bernafas, ada breath in ada breath out, ada waktu tenang ada waktu fokus, ada waktu berkegiatan ada waktu beristirahat, ada waktu mengeluarkan energi, ada waktu menenangkan diri.
Semua diupayakan untuk kesehatan keluarga kita π
Mulai minggu ini, Senin menjadi hari temu online guru dan orang tua. Rindu sekalii.. Bahagia bisa melihat wajah Ibu guru dan orang tua lainnya yang biasanya sehari-hari berjumpa.
Pertemuan Senin menjadi hari pembekalan untuk ortu tetap dapat belajar. Guru menyiapkan artikel untuk dipelajari bersama. Minggu pertama materinya fokus pada pemberdayaan diri di masa pandemi saat ini. Yang kami bahas sifatnya universal, ngga mengacu pada aliran parenting tertentu tapi merujuk pada kebutuhan anak sbg manusia. Siapa aja bisa ambil seperlunya.
Sharing dibuka dengan tulisan yang sudah lama ditulis oleh Susan Weber tentang merawat kebaikan di masa-masa sulit. Bahasan ini terasa selalu relevan karena krisis selalu ada dari masa ke masa.
http://www.waldorfearlychildhood.org/uploads-new/family_3_2685722600.pdf
Tulisan Susan Weber pada intinya mengajak kita untuk memposisikan diri sebagai anak, mereka hadir di dunia dengan rasa percaya. Ya memang dunia ini tidak sempurna, namun di dalamnya masih ada kebaikan yang layak dipelihara.
Kita diajak untuk memilah-milah apa yang layak diberitakan ke anak dan bagaimana mengolah informasi sesuai dengan tingkat kesadaran anak-anak.
For the child just beginning life, there is one single mantra that needs to guide those early steps and years: the world is good. No other
belief will carry him forward through the tumbles and stumbles, through the mysteries of his encounters with confidence and eagerness.
Fear paralyzes children – it reverses children’s natural gesture of trust, openness, and interest in the world. To develop in any way – cognitively, emotionally, physically – children need to be able to enter easily into life around them. They need to feel welcome, and above all, safe. For who of us is able to take risks, try new things, when we have a question about the safety of our surroundings?
There are times when circumstances beyond our control create uncertainty or worse for our families. In addition, we could also say that our times are, in fact, uncertain times.
At the same time, however, our children are just beginning their lives. We owe to them their birthright: the world is good, and I am grateful and happy to be in it. It is a safe place for me to grow in. And later, much later, I will be able to take on its pain and burdens. But give me time, peace, and space in which to discover the goodness in life for myself, in which to grow strong, capable, brave, and enthusiastic for life.
Dipikir-pikir memang ngga mudah jadi orang tua, selain diri sendiri yang juga pasti waspada atas apa yang terjadi di dunia hari ini, ada anak-anak yang perlu tetap berjalan kesehariannya dengan rasa tentram dan baik-baik saja. Mungkin kalau ini terjadinya di diriku beberapa tahun lalu bisa panic attack nyari wangsit gimana bikin kurikulum bermain dan belajar di rumah.
Tapi berita baiknya adalah, setelah kujalani, (ternyata) anak akan baik-baik aja kalau orang tuanya pun tenang. Tenang bukan abai, tenang dengan keyakinan bahwa apa yang dihadirkan ke dalam hidup kita saat ini memang harus dijalani, bagaimanapun kita menolaknya jauh-jauh ngga akan bisa, maka baiknya ya diterima dengan lapang dada. Tenang dalam keteguhan bahwa ada Sang Pencipta tempat bersandar.
Tiga minggu ini, dalam berbagai situasi dan juga turbulensi, aku banyak berusaha untuk tau diri, untuk menyeimbangkan hal hal yang kiranya berlebihan, untuk merasa cukup dulu.. Dan itu sangat meringankan bagiku.
Tentu banyak gejolak, dengan segala lala lili, tapi ternyata ya gitu, selagi masih bisa kita terima, selagi masih ada yang bisa disyukuri, itu sudah cukup untuk menyejukkan sanubari. On a lighter note, ketika aku belajar untuk ngga rewel, anak-anak berkurang kerewelannya.
Kalau Alain de Botton bilang: "take it one day at a time"
Sekarang jd pegangan buatku untuk belajar let go hal hal di luar kendali
Sementara Erich Fromm bilang bahwa ciri pribadi yang sehat adalah pribadi dengan karakter yang produktif, dalam arti, segala ketidaknyamanan perlu disalurkan pada atau melalui hal-hal bermanfaat. Pengingatku untuk kurang-kurangi mengeluh dan fokus pada hal-hal yang esensial aja, kalau aku bisa cari solusi maka kukerjakan, kalau engga maka kugantungkan kembali padaNya lewat doa..
Trus gimana kegiatannya di rumah? Bu Guru pernah bilang kalau ini waktu yang tepat untuk mengamati anak-anak. Dan itu bener banget.. Karena selama ini udah lebih santai apa-apa dibantu sekolah, sekarang rasanya seperti dikembalikan dulu anaknya padaku.
Hari hari karantina ini pengingatku bahwa pendidikan memang dimulai dari rumah, apalagi buat anak usia dini, tentu sekolah merupakan bonus yang sangat menyenangkan dan guru2 adalah partner yang suportif, tapi kita ngga boleh lupa, rumahnya anak-anak pertamakalinya adalah rahim orang tuanya, yang berarti, lingkungan pertamanya adalah rumah tempat ia tumbuh bersama orang tuanya. (menurut aku ini sih, ngga tau klo kata mas anang)
Bila anak-anak sudah biasa bermain bebas, dalam arti self directed play, maka akan lebih mudah untuknya menghibur dirinya sendiri ataupun memilih kegiatan yg diinginkan. Nah klo segala sesuatunya biasa semuanya diaturkan mungkin akan lebih menantang krn anak akan cenderung menagih "main apa?".
Tapi apapun itu, kesempatan self quarantined saat ini jd renungan yang baik untuk kita dapat mengenal lagi kebutuhan di dunia anak. Bahwa pendidikan yang baik bukan hanya tentang kurikulum di sekolah, tp yg paling penting bagaimana ketika dia di luar sekolah bisa mengelola kebutuhan dirinya akan bermain,tau waktunya makan, dapat mendengarkan kebutuhan tubuhnya untuk beristirahat, dll.
Ketika anak-anak sementara dipulangkan sepenuhnya ke orang tua ini juga aku semakin memahami, pendidikan yang baik juga berarti yang mengupayakan agar anak-anak tetap seimbang segala sesuatunya secara fisik dan mental, bukan hanya membebani anak dengan tugas untuk pencapaian tertentu.
This time at home with limited access to organized group activities is very unique. We hope that rather than simply being a hardship for families it will lead to a new understanding of how you can best provide for and be with your children.
Children haven’t ever really needed organized activities and entertainment. They need the adults in their lives to be present for them and provide love and
guidance.
They need time to explore the world on their own terms, take small risks, make messes, clean them up and develop a sense of their own capacities.
This time could be a gift for families to discover new ways of being together.
Begitu penggalan pembukaan dari artikel asosiasi pendidikan Waldorf usia dini di Amerika.
Artikel berjudul " Suggestions for Parents of Young Children When School is
Closed"
Lalu apa saja yang dapat orang tua upayakan di rumah? Berikut ada beberapa poin masukan dari WECAN.
Ritme: Faktor penting yang perlu diupayakan adalah keseharian anak yang menyehatkan. Ritme adalah kunci. layaknya bernafas, keseharian dijaga selang selingnya antara waktu aktif maupun waktu fokus, waktu beristirahat maupun waktu berkegiatan, waktu bergerak maupun waktu tenang.
Kita dapat membuat rencana untuk hari itu dan dilakukan konsisten, sebaik mungkin. Keep it simple! Begitu katanya, dan dalam ritme kegiatannya itu ngga lebih penting dari urutan yang konsisten.
Loving guidance : karena orang tua adalah jangkarnya, kita meyakinkan anak-anak dengan jelas bahwa ibu dan bapak bertanggung jawab padamu.
Practical activities : beri kesempatan untuk ikut melakukan pekerjaan rumah tangga, beri rasa percaya. Ini sering tricky, karena kalau disuruh anaknya belum tentu mau hehe, tapi kalau kita ngerjain dengan senang hati (penting) biasanya anak-anak mau ikut bantu. Ngga udah yg heboh2 banget. Tp ketika ada satu tugas yg biasa dilakukan itu udah cukup untuk membuat anak merasa menjadi bagian dari anggota keluarga yg juga berkontribusi.
Berjalan kaki: Go for long walks each day as a family. Begitu katanya.
Mungkin banyak teman-teman yang sudah terbiasa melakukannya, atau mungkin ada juga yang mulai melakukannya.. Karena biasanya pagi-pagi sudah banyak aktivitas yang dilakukan, buat kami jalan pagi sekarang jadi previlege mewah yang sayang sekali untuk disia-siakan. Di hari-hari ini kendaraan jarang lalu lalang, membuat kami lebih leluasa berjalan kaki. Udara terasa bersih, suara burung lebih nyaring terdengar. Tubuhpun terasa lebih sehat secara fisik dan mental.
Free Play, baik di dalam maupun di luar ruangan :
Bermain bebas, tanpa diatur atau ditentukan alurnya (apalagi diinterupsi) oleh orang dewasa penting sekali untuk kesehatan pertumbuhan anak-anak. Berikan kesempatan mereka di luar ruangan buat main tanah, pasir, bolehkan berisik hehe, bergerak, melompat, berputar, berlari. Kurang-kurangi mainan mesin yg berisik krn sayang imajinasi anaknya, mainan juga ngga perlu tll banyak, dirotasi aja. Less is more.
Let Boredom Happen: Karena bosan adalah benih kreativitas. Bosan ngga jarang dianggap penyakit, yang kerap kali ditakuti manusia modern hahaha... Tapi yakinlah bosan sesekali juga sehat, kira gi rasa bersalah, berikan kesempatan anaknya untuk mengelola diri, nanti gede kepake banget ini, dalam segala aspek kehidupannya.
Quiet, Nap or Rest Time: tantangan manusia modern lainnya yang baru kusadari adalah bahwa gak gampang buat kita menenangkan diri. Pikiran kita jarang berhentinya, apalagi ibu - ibu, nanti masak apa, abis ini ngapain, tadi gimana. Sulit menjaga pikiran kita untuk ada di saat ini, melayangnya entah di masa lalu ataupun di masa depan. Ngga heran generasi selanjutnya pun selalu dalam otak standby yang mikirin what next.
Padahal penting bgt utk kita membawa diri ke posisi tengah , atau yg sering disebut centering. Ini bisa jadi latihan juga buat kita orang dewasa. Bahasa sekarangnya sih mindful. Balance is the key, kalau kita aja bisa mengaktifkan diri, tentu baiknya kita juga bisa cooling down diri. Sehat lhoo buat badan.
Turn Off Electronics: karena sudah banyak penelitiannya. Layar ngga sehat buat anak. Bukan sesuatu yang perlu dibiasakan. Tentu skrg kita banyak kebantu sama teknologi, tapi bukan berarti kita yang dimanfaatkan sm teknologi.
Jangan kebalik ini hehe..
Anak-anak juga ngga perlu berinteraksi secara online sama guru. Bisa dijembatani oleh orang tua kok pendampingannya. Yg lebih penting itu batinnya guru deket sama anak, guru masih bisa kirim surat yg diprint untuk keep in touch.
Bukan berarti anti teknologi, tapi buat anak usia dini memang baiknya dilakukan dengan tepat guna. Akan ada waktunya kita kepepet dan layar bekerja, tapi itu kayak help button sifatnya, bukan sesuatu yang perlu dipromosikan. Di artikel diingatkan bahwa mungkin awalnya electronic entertainment akan memudahkan, tapi klo kebanyakan nantinya akan menyulitkan kita di kemudian hari. Orang tua yang tau ☺️ dan jangan lupa : balans is the key.
Keep Adult Conversation Among Adults: ini pe er π kadang kita juga pengen ngobrol sama pasangan, tapi yah jd reminder juga buatku, ada yg denger.. Kata-kata dijaga.. Yg penting juga mereka dipelihara dari kecemasan.
Buat anak sebenernya kalau ada fenomena ya mereka anggap sebagai sesuatu yang biasa aja, yang bikin drama itu sebenarnya inner attitude orang dewasa. Lagi-lagi pengingatku untuk tau diri.
Kira-kira itu gambaran yg kita butuhkan untuk membersamai anak dalam situasi pandemi dimana masyarakat diminta untuk mengurangi aktivitas di tempat umum, utamanya yg banyak bersentuhan dengan orang lain.
Kami sendiri di rumah ngga banyak ngobrolin ini, karena dirasa ngga terlalu perlu, yg lebih penting adalah memelihara kesehatan dan kebersihan secara fisik mental dan spiritual. Anak-anak menerima masa-masa ini seperti sedang libur masal nasional.
Masih ada beberapa rekomendasi lagi yang ditujukan untuk membahas Coronavirus dengan anak-anak. Bagi kami rasanya belum perlu. Juga bagaimana mendampingi anak bermain bebas namun dengan mindful. Keduanya aku sertakan linknya untuk dibaca lebih lanjut.
http://www.waldorfearlychildhood.org/uploads-new/family_3_2685722600.pdf
https://www.screenfreeparenting.com/how-to-be-a-quiet-adult-five-tips-to-encourage-child-directed-
play/
Mungkin itu dulu yang bisa diceritakan, semangat yaa pabapa buibu.. Semoga semua selalu dikaruniai ketentraman batin dan kita bisa mengambil hikmah dari kejadian ini.
Kalau ada yang butuh ngobrol jangan sungkan untuk cerita.. ππΌ❤️
Komentar